“Siang-siang begini ngapain yah!” Santo bergumam sendiri
sambil mondar-mandir di dalam kamarnya.
Sepi suasana siang itu di rumahnya. Ibu dan adik
perempuannya sedang mengunjungi kerabat di bilangan Karawang, Jawa Barat. Hal
yang rutin dilakukan oleh ibu dan adik perempuannya itu sebulan sekali.
Karena Santo kali ini tak mau ikut serta, ya… jadilah ia
sendiri saja di rumah.
Terkadang terdengar suara pedagang makan yang lewat. Ketika
ada pedagang ketoprak yang lewat, ia pun bergumam lagi.
“Mau isi perut dulu ah.” Seraya membawa piring kosong dari
dapur, ia agak berteriak
“Tunggu bang. Ketoprak!”
Si pedagang ketoprak yang merupakan langganan Santo pun
berhenti sambil berkata “siap mas. Biasa yah?”
“Sip bang, seperti biasa tapi kali ini ga usah pake cabe yah
soalnya lagi ngga beres nih perut,” Santo menimpali si abang ketoprak.
Dengan sigap si pedagang ketoprak
itu mulai meracik pesanan Santo, pelanggannya. Kesigapan dan gaya sang pedagang
membuktikan bahwa ia adalah pedagang yang mumpuni, sudah malang melintang di
dunia perketoprakan, dunia yang ia kuasai.
Pertama-tama bawang putih diulek
di atas piring, lalu tambahkan bumbu kacang. Tambahkan air. Aduk-aduk hingga
tercampur rata. Selanjutnya masukkan potongan tahu goreng, bihun, irisan timun,
toge dan lontong atau ketupat. Terakhir, diberi taburan bawang goreng dan
kerupuk. Semua dimasukkan di dalam satu
piring.
Tak beberapa lama, pesanan Santo
pun sudah selesai dibuat.
“Wis… terima kasih bang,” ujar
Santo seraya menyerahkan selembar uang sepuluh ribu ke si pedagang.