Minggu pagi yang sudah kelewat itu, Satria sedang asyik
menikmati sarapan pagi yang tentu saja sudah terlambat. Maklum hingga larut
malam ia berkutat dengan pembuatan konten video untuk akun youtubenya. Alhasil
ia bangun kesiangan, tatkala jam di dindingnya menunjukkan pukul 8, ia baru
bangun.
“Wah.. asyik bener tuh bubur ayamnya!” Tau-tau Santo
muncul di hadapan Satria yang tengah sarapan bubur ayam sambil menonton tv.
“Iya nih San. Kalo kamu belum sarapan, gih pesan aja
sana. Sekalian bayarin nih, aku juga belum bayar.” Santai Satria menjawab
sambil mengulurkan tangannya dengan selembar uang Rp. 20.000
Bergegas Santo memesan bubur ayam dengan mangkok
legendaris – berlogo ayam jago.
“Bang, jangan pake ayam, daun bawang dan kacang yah!”
Santo memesan seraya memberikan
mangkoknya ke penjual bubur ayam itu.
“Siap mas!” Si penjual bubur menjawab mantap.
Keduanya pun menikmati bubur ayam di pagi yang telah
terlewat itu di ruang tengah sambil menyaksikan acara tv.
“Eh San, kok pagi-pagi kamu ke sini? Jangan bilang kamu
mau numpang sarapan yah!” Satria mulai bertanya.
“Lha... kan lu tau itu. Ha ha ha... itu alasan pertama
Sat.” Santo menjawab dengan tertawa.
“Lantas, alasan lainnya apa, San?” “Aku mulai curiga
nih!” Satria menatap sahabatnya itu dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Alasan kedua yaitu gua mau nitip puisi Sat...”
“Baru juga seminggu putus dari si Rina, sekarang kamu
udah mulai pedekate ama cewek lain...
Wah... kamu tuh ga berubah ya San, dari jaman Es Em A sampe sekarang masih aja begitu.” Belum selesai Santo
mengungkapkan alasannya, Satria sudah menyambarnya dengan pernyataannya itu
sambil geleng-geleng kepala.
“Mau nitip buat siapa tuh puisi? Buat si Dina, Rika atau
si Olivia?” Satria menyebutkan beberapa nama.
Bubur ayam di mangkok mereka sudah hampir habis, namun
pembicaraan mereka masih berlangsung.
“Memang kamu pantas dijuluki playboy, San. Dan sepertinya kamu nyaman dengan julukan itu.”
Satria masih melanjutkan.
“Gua tuh bukannya playboy,
Sat. Tapi lebih kepada pencari cinta, love seeker, seeking for love.” Santo
berkelit dengan raut wajah yang serius disertai suapan buburnya yang terakhir.
“Gaya mu tuh, San... ga usah banyak alesan.” Sambil
tertawa Satria mencibirnya.
“Jangan berburuk sangka dulu dong, Sat. Berarti lu belum
baca email yang gua kirim tadi malem yah. Gua mau nitip puisi untuk Bapak Anand Krishna, bukan untuk ke tiga nama cewek yang lu sebut tadi, Sat.” Santo
menjelaskan serius.
“Serius kamu? Aku memang belum sempat cek email dari tadi
malem. Langsung aja dah aku cek sekarang.” Satria menjawab sambil beranjak dari
duduknya untuk mengambil laptop di kamarnya.
Beberapa menit kemudian, Satria sudah mengecek email di
laptopnya.
“Wih... keren juga puisinya, San. Gak nyangka playboy kayak kamu bisa juga bikin puisi
kayak gini.” Sambil mengacungkan jempol Satria berujar.
“Tapi... aku ga bisa kasih puisi ini langsung ke beliau
San.” Dengan nada agak sedih Satria berkata.
“Lha... ga pa-pa Sat, Lu kan punya blog dan akun twitter.
Lu posting aja di blog, lalu share di akun twitter lu sambil mention akun
beliau. Kan Bapak Anand Krishna juga punya akun twitter?” Santo memberikan solusi yang jitu.
“Ide yang cerdas itu, San. Tapi... bagaimana kalau akun
twitter itu bukan beliau yang pegang San, melainkan dikelola oleh admin?” Satria mulai ragu.
“Kalaupun dikelola oleh admin, gua sih yakin kalau beliau
akan membacanya.” Santo menjawabnya dengan pe
de.
“Baik, aku akan posting dulu di blog aku trus share di
twitter dengan mention akun beliau. Walaupun akun beliau dikelola oleh admin,
mudah-mudahan beliau berkenan untuk membacanya.” Dengan semangat, Satria mulai
membuka blognya untuk kemudian memposting puisi yang dimaksud.
Tak beberapa lama kemudian, postingan di blog Satria pun
bertambah dengan artikel yang berjudul
Puisi untuk Bapak
Anand Krishna
Di tengah hiruk pikuk kehidupan
Kau muncul ke permukaan
Ah... aku saja yang baru tersadar
Bahwa dari waktu ke waktu pintu hatimu
senantiasa terbuka lebar
Bapak Anand Krishna
Namamu menggema
Di relung-relung jiwa nan terkesima
Betapa kasihmu luas tak terhingga
Bapak Anand Krishna
Di segala kesempatan
Kau berbagi pengalaman
Berbagi kesadaran
O... Bapak Anand Krishna
Buku-buku dan karyamu sungguh mempesona
Membantu sungguh dalam menjalani
Keseharian di dunia penuh samsara
Bapak Anand Krishna
Kau bagaikan mutiara tak ada tandingnya
Walau ditolak dan dicelakai
Tidak berkurang sinarmu walau seinci
Bapak Anand Krishna
Tak cukup rasanya rasa terima kasihku
Namun dengan puisi ini
Mungkin bisa mewakili
Bapak Anand Krishna
Nama yang indah di antara sekian banyak nama
Semoga senantiasa terpancang
Dan terngiang-ngiang di relung jiwa
Hingga aku bersua dengan Sang Dewa Yama
Santo
Jakarta, Januari 2019