Sabtu, 23 Maret 2019

Penjelasan Tentang Karma Individu dan Karma Kolektif oleh Bapak Anand Krishna

Efek Domino

Pagi itu matahari belum tinggi dan sinarnya pun masih bersahabat. Setelah sekitar 30 menit berolah raga di area pekarangan rumahnya, Satria kemudian masuk ke dapur dan menenggak segelas air putih sebagai pengganti cairan yang keluar dari tubuhnya saat berolah raga.

Setelah mandi dan berpakaian, Satria kemudian duduk belajar yang ada di kamarnya. Ia kemudian membuka laptopnya untuk kemudian membuka salah satu video Bapak Anand Krishna yang membahas tentang Karma.

Sehari sebelumnya ia memang sudah berniat untuk mempelajari penjelasan Bapak Anand Krishna perihal Karma tersebut. Memang ia sudah pernah membuka video tersebut, namun karena ketertarikan atas pembahasan tersebut, maka ia berniat untuk membukanya kembali.

Pagi hari di tempat tinggalnya itu, suasana tak terlalu ramai maklum hari itu adalah hari Minggu, jadi tetangga sekitarnya tak terlalu sibuk seperti hari-hari lainnya. Kecuali pedagang makanan seperti pedagang roti dan bubur ayam yang terdengar menjajakan dagangan mereka.

Satria mulai membuka video yang merupakan interview yang di-host oleh ibu Maya Safira Muchtar atau Maa Archana. Ibu Maya Safira Muchtar mulai percakapan dengan mengatakan bahwasanya ada seorang murid Smp yang bertanya tentang karma. Ia menjelaskan bahwa karma ada dua yakni yang sifatnya seperti bumerang dalam arti ketika kita berbuat sesuatu, kita langsung kena akibatnya dan yang ke dua yang bersifat efek domino. Lalu bagaimana kita tahu bila suatu kejadian yang menimpa kita itu efek bumerang atau efek domino?

Di sini Satria berhenti sebentar untuk memahami ternyata ada dua macam efek dari karma. Yang diibaratkan seperti bumerang, jadi ketika berbuat sesuatu, kita langsung mendapatkan hasilnya atau akibatnya. Dan yang kedua seperti efek domino, contohnya ketika kita menerima suatu hal yang tidak enak, tidak baik itu merupakan akibat dari perbuatan kita juga yang memang tidak langsung kita terima.  Seperti deretan kartu domino yang kita jatuhkan di bagian yang satu, maka pada akhirnya kartu domino yang terakhir jatuh ada pada kita juga.

Kemudian, Satria melanjutkan untuk mendengarkan pemaparan dari Bapak Anand Krishna

Dari kedua hal itu hukumnya sama, konsekuensi. Jadi, what ever you do, you will get back. Misalnya seseorang berbuat jahat pada saya, apakah saya sedang menerima akibat dari kejahatan yang saya lakukan sebelumnya sehingga orang itu menjahati saya atau dia sedang berbuat sesuatu yang baru. Saya tidak pernah berbuat jahat padanya, tapi dia menjahati saya. Jadi, ada karma baru.

Dalam kedua-dua hal ini sebetulnya yang harus kita lakukan adalah tetap memaafkan. Seandainya itu terjadi pada diri saya. Pertama-tama kita harus memahami sistem karma ini. Tidak selalu bahwa kalau saya menjahati seseorang dan orang itu akan menjahati saya. Saya akan mendapatkan konsekuensi dari perbuatan saya.

Tapi apa yang terjadi bila orang yang saya jahati itu memaafkan saya. Saya akan tetap menerima konsekuensi dari Keberadaan karena perbuatan yang saya lakukan walaupun orang yang saya jahati telah memaafkan saya. Dan akibat itu entah melalui siapa. Lewat orang lain bisa.

Keberadaan akan “mencari” orang yang cocok untuk menjahati saya padahal itu bukan akibat dari kejahatan yang saya lakukan pada orang itu. Jadi, skenarionya sama tapi pemainnya berbeda.
Jadi, kalau saya ingin mematahkan lingkaran setan ini, saya harus memaafkan. Walaupun saya tahu orang yang telah saya maafkan itu pasti akan menuai akibat dari yang dia lakukan pada saya. Jadi, untuk mematahkan lingkaran karma yang tak berkesudahan, memaafkan adalah kuncinya untuk membantu diri sendiri.

Tidak berarti bila saya sudah memaafkan, maka akan selesai begitu saja. Tidak, orang yang berbuat jahat  pada saya itu akan mendapatkan akibat dari perbuatannya.

Satria mendengarkan pemaparan Bapak Anand Krishna dengan seksama, sambil manggut-manggut.
Ternyata lingkaran karma yang tak berkesudahan itu bisa diputuskan dengan memaafkan. Terdengar mudah memang, namun pada kenyataannya memang haruslah seperti itu. Kita harus memaafkan agar karma tersebut bisa diputuskan. Berat, tapi itulah satu-satunya cara.

Selanjutnya Satria meng-klik video tersebut untuk melanjutkan mendengarkan bagian lanjutannya setelah sebelumnya ia meng-klik video tersebut untuk pause sebentar guna membuat catatan terkait pembahasan yang baru saja ia dapat.

Ibu Maya Muchtar atau Maa Archana lalu berkata bahwa contoh di atas adalah yang berkaitan dengan karma individu. Lalu bagaimana dengan yang berkaitan dengan karma kolektif, misalnya yang berkaitan dengan masyarakat.

Selanjutnya penjelasan Bapak Anand Krishna

Di situ menjadi kewajiban kita selaku anggota masyarakat, atau bangsa, atau keluarga, atau suatu daerah atau suatu suku. Kewajiban kita untuk mencegah orang untuk berbuat jahat. Menjadi kewajiban kita untuk melindungi diri kita, melindungi bangsa kita, suku kita. Di situ adalah dharma kita. Karma bisa berubah menjadi dharma.

Ini berkaitan dengan Bhagavad Gita. Dimana Arjuna ketika ia berada di medan Kurukshetra, Krishna menjelaskan dengan jelas sekali “Arjuna, I am not here for you.” Walaupun Krishna mencintai Arjuna, Ia mengharapkan Arjuna untuk berperang di medan tersebut karena pada saat itu Arjuna lahir sebagai seorang satria yang perannya adalah untuk berperang , namun tetap saja bila Arjuna tidak bertindak, akan ada orang lain yang menggantikannya.

Krishna mengatakan pada Arjuna bahwa keberadaannya di  medan perang tersebut adalah untuk menegakkan dharma bukan untuk Arjuna.

Orang yang tidak melakukan Swadharma akan celaka.

Perang Mahabharata itu bukan tentang hitam dan putih, bukan tentang peperangan di antara kubu yang baik dan jahat, benar dan salah. Tetapi tentang ketepatan bertindak dalam setiap saat.

Krishna saat itu memihak Pandawa karena di antara Pandawa dan Kurawa, Pandawalah yang terbaik. Memang dalam keduanya ada keburukan dan kebaikan.

Jadi, dalam hidup ini kita harus memilah dan memilih. Kalau pun kadang-kadang kita memilih untuk diam,  pilihan itu juga harus diambil dengan penuh kesadaran bahwa yang terbaik pada saat itu adalah diam.

Kita harus benar-benar bisa membedakan antara individual karma (karma individu) dimana memaafkan adalah suatu keharusan dan karma kolektif dimana kita memiliki peran di masyarakat yang harus kita lakukan.

Ternyata sebagai bagian dari masyarakat, kita juga diharuskan memenuhi kewajiban kita. Dan ketika kita melakukan hal yang memang menjadi peran kita di masyarakat, ketika itu karma berubah menjadi dharma.

Suatu video pembahasan yang membuka wawasan. Yang selama ini diketahui oleh Satria tentang karma adalah hukuman. Karma sama dengan hukuman atau perbuatan buruk dan ternyata bukanlah itu. Karma adalah hasil perbuatan, baik itu perbuatan baik atau pun perbuatan buruk.

Ketika kita berbuat baik, maka kebaikan pula yang akan kita terima atau karma baik. Dan ketika kita berbuat jahat, kejahatan pula yang akan kita terima atau karma buruk sebagai akibatnya.

Terima kasih Bapak Anand Krishna untuk penjelasan yang membuka wawasan ini...




Flag Counter