Efek Domino |
Pagi itu matahari belum tinggi dan sinarnya pun masih
bersahabat. Setelah sekitar 30 menit berolah raga di area pekarangan rumahnya,
Satria kemudian masuk ke dapur dan menenggak segelas air putih sebagai
pengganti cairan yang keluar dari tubuhnya saat berolah raga.
Setelah mandi dan berpakaian, Satria kemudian duduk belajar
yang ada di kamarnya. Ia kemudian membuka laptopnya untuk kemudian membuka
salah satu video Bapak Anand Krishna yang membahas tentang Karma.
Sehari sebelumnya ia memang sudah berniat untuk mempelajari
penjelasan Bapak Anand Krishna perihal Karma tersebut. Memang ia sudah pernah
membuka video tersebut, namun karena ketertarikan atas pembahasan tersebut,
maka ia berniat untuk membukanya kembali.
Pagi hari di tempat tinggalnya itu, suasana tak terlalu
ramai maklum hari itu adalah hari Minggu, jadi tetangga sekitarnya tak terlalu
sibuk seperti hari-hari lainnya. Kecuali pedagang makanan seperti pedagang roti
dan bubur ayam yang terdengar menjajakan dagangan mereka.
Satria mulai membuka video yang merupakan interview yang
di-host oleh ibu Maya Safira Muchtar atau Maa Archana. Ibu Maya Safira Muchtar mulai percakapan dengan mengatakan bahwasanya
ada seorang murid Smp yang bertanya tentang karma. Ia menjelaskan bahwa karma
ada dua yakni yang sifatnya seperti bumerang dalam arti ketika kita berbuat
sesuatu, kita langsung kena akibatnya dan yang ke dua yang bersifat efek
domino. Lalu bagaimana kita tahu bila suatu kejadian yang menimpa kita itu efek
bumerang atau efek domino?
Di sini Satria berhenti sebentar untuk memahami ternyata ada
dua macam efek dari karma. Yang diibaratkan seperti bumerang, jadi ketika
berbuat sesuatu, kita langsung mendapatkan hasilnya atau akibatnya. Dan yang
kedua seperti efek domino, contohnya ketika kita menerima suatu hal yang tidak
enak, tidak baik itu merupakan akibat dari perbuatan kita juga yang memang
tidak langsung kita terima. Seperti deretan
kartu domino yang kita jatuhkan di bagian yang satu, maka pada akhirnya kartu
domino yang terakhir jatuh ada pada kita juga.
Kemudian, Satria melanjutkan untuk mendengarkan pemaparan
dari Bapak Anand Krishna
Dari kedua hal itu
hukumnya sama, konsekuensi. Jadi, what ever you do, you will get back. Misalnya
seseorang berbuat jahat pada saya, apakah saya sedang menerima akibat dari
kejahatan yang saya lakukan sebelumnya sehingga orang itu menjahati saya atau
dia sedang berbuat sesuatu yang baru. Saya tidak pernah berbuat jahat padanya,
tapi dia menjahati saya. Jadi, ada karma baru.
Dalam kedua-dua hal
ini sebetulnya yang harus kita lakukan adalah tetap memaafkan. Seandainya itu
terjadi pada diri saya. Pertama-tama kita harus memahami sistem karma ini. Tidak
selalu bahwa kalau saya menjahati seseorang dan orang itu akan menjahati saya.
Saya akan mendapatkan konsekuensi dari perbuatan saya.
Tapi apa yang terjadi
bila orang yang saya jahati itu memaafkan saya. Saya akan tetap menerima
konsekuensi dari Keberadaan karena perbuatan yang saya lakukan walaupun orang
yang saya jahati telah memaafkan saya. Dan akibat itu entah melalui siapa.
Lewat orang lain bisa.
Keberadaan akan
“mencari” orang yang cocok untuk menjahati saya padahal itu bukan akibat dari
kejahatan yang saya lakukan pada orang itu. Jadi, skenarionya sama tapi pemainnya
berbeda.
Jadi, kalau saya ingin
mematahkan lingkaran setan ini, saya harus memaafkan. Walaupun saya tahu orang
yang telah saya maafkan itu pasti akan menuai akibat dari yang dia lakukan pada
saya. Jadi, untuk mematahkan lingkaran karma yang tak berkesudahan, memaafkan
adalah kuncinya untuk membantu diri sendiri.
Tidak berarti bila
saya sudah memaafkan, maka akan selesai begitu saja. Tidak, orang yang berbuat
jahat pada saya itu akan mendapatkan
akibat dari perbuatannya.
Satria mendengarkan pemaparan Bapak Anand Krishna dengan
seksama, sambil manggut-manggut.
Ternyata lingkaran karma yang tak berkesudahan itu bisa
diputuskan dengan memaafkan. Terdengar mudah memang, namun pada kenyataannya
memang haruslah seperti itu. Kita harus memaafkan agar karma tersebut bisa
diputuskan. Berat, tapi itulah satu-satunya cara.
Selanjutnya Satria meng-klik video tersebut untuk
melanjutkan mendengarkan bagian lanjutannya setelah sebelumnya ia meng-klik
video tersebut untuk pause sebentar guna membuat catatan terkait pembahasan
yang baru saja ia dapat.
Ibu Maya Muchtar atau
Maa Archana lalu berkata bahwa contoh di atas adalah yang berkaitan dengan
karma individu. Lalu bagaimana dengan yang berkaitan dengan karma kolektif,
misalnya yang berkaitan dengan masyarakat.
Selanjutnya penjelasan Bapak Anand Krishna
Di situ menjadi
kewajiban kita selaku anggota masyarakat, atau bangsa, atau keluarga, atau
suatu daerah atau suatu suku. Kewajiban kita untuk mencegah orang untuk berbuat
jahat. Menjadi kewajiban kita untuk melindungi diri kita, melindungi bangsa
kita, suku kita. Di situ adalah dharma kita. Karma bisa berubah menjadi dharma.
Ini berkaitan dengan
Bhagavad Gita. Dimana Arjuna ketika ia berada di medan Kurukshetra, Krishna
menjelaskan dengan jelas sekali “Arjuna, I am not here for you.” Walaupun
Krishna mencintai Arjuna, Ia mengharapkan Arjuna untuk berperang di medan
tersebut karena pada saat itu Arjuna lahir sebagai seorang satria yang perannya
adalah untuk berperang , namun tetap saja bila Arjuna tidak bertindak, akan ada
orang lain yang menggantikannya.
Krishna mengatakan
pada Arjuna bahwa keberadaannya di medan
perang tersebut adalah untuk menegakkan dharma bukan untuk Arjuna.
Orang yang tidak
melakukan Swadharma akan celaka.
Perang Mahabharata itu
bukan tentang hitam dan putih, bukan tentang peperangan di antara kubu yang
baik dan jahat, benar dan salah. Tetapi tentang ketepatan bertindak dalam setiap
saat.
Krishna saat itu memihak
Pandawa karena di antara Pandawa dan Kurawa, Pandawalah yang terbaik. Memang
dalam keduanya ada keburukan dan kebaikan.
Jadi, dalam hidup ini
kita harus memilah dan memilih. Kalau pun kadang-kadang kita memilih untuk
diam, pilihan itu juga harus diambil
dengan penuh kesadaran bahwa yang terbaik pada saat itu adalah diam.
Kita harus benar-benar
bisa membedakan antara individual karma (karma individu) dimana memaafkan
adalah suatu keharusan dan karma kolektif dimana kita memiliki peran di
masyarakat yang harus kita lakukan.
Ternyata sebagai bagian dari masyarakat, kita juga
diharuskan memenuhi kewajiban kita. Dan ketika kita melakukan hal yang memang menjadi
peran kita di masyarakat, ketika itu karma berubah menjadi dharma.
Suatu video pembahasan yang membuka wawasan. Yang selama ini
diketahui oleh Satria tentang karma adalah hukuman. Karma sama dengan hukuman
atau perbuatan buruk dan ternyata bukanlah itu. Karma adalah hasil perbuatan,
baik itu perbuatan baik atau pun perbuatan buruk.
Ketika kita berbuat baik, maka kebaikan pula yang akan kita
terima atau karma baik. Dan ketika kita berbuat jahat, kejahatan pula yang akan
kita terima atau karma buruk sebagai akibatnya.
Terima kasih Bapak Anand Krishna untuk penjelasan yang
membuka wawasan ini...