Dua orang yang mengaku dari Kejari (kejaksaan Negeri) masuk dan berniat mengeksekusi Anand Krishna sesuai dengan perintah yang diterima mereka. Pada buku tamu ke dua orang tersebut bahkan tidak membubuhkan nama. Ketika ditanyakan perihal nama, salah satu dari mereka menjawab bahwa namanya adalah jaksa no. 7. Aneh ya? Kayak James bond aja
Pada saat itu mereka gagal mengeksekusi target mereka yakni Anand Krishna.
Lalu pada tanggal 16 Februari 2013 kurang lebih pukul 10 pagi, tim eksekusi dari kejaksaan dibantu oleh polisi dari Polda Bali dan puluhan orang tak dikenal dengan perawakan yang tinggi besar kembali mendatangi pasraman Anand Ashram di ubud untuk menjemput paksa Anand Krishna. Mereka menerobos paksa.
Kasus yang menimpa Anand Krishna yang adalah seorang penulis produktif dan aktivis spiritual ini memang sudah dipenuhi keanehan plus kejanggalan dari awalnya. Adapun keanehan dan kejanggalan tersebut bisa didapati dari tulisan Su Rahman di sini
Anand Krishna divonis bebas murni oleh ibu Hakim
Albertina Ho pada tanggal 22 November 2011 yang kemudian dikasasi oleh JPU. Padahal
putusan bebas tidak bisa dikasasi
sehingga ini merupakan pelanggaran terhadap hukum.
Kemudian kasasi tersebut dikabulkan oleh tiga hakim agung
yakni Ahmad Yamanie, hakim Zaharuddin Utama dan hakim Sofyan Sitompul. Padahal
dua hakim agung tersebut bermasalah, Ahmad Yamanie diberhentikan dengan tak
terhormat karena bermasalah dengan putusan yang dijatuhkan pada kasus Bandar narkoba.
Lalu hakim Zaharuddin Utama dilaporkan ke KPK.
Memori kasasi yang dibuat oleh JPU, Martha Berliana
Tobing itu pun bermasalah karena memasukkan kasus orang lain yakni kasus merk
dagang yang terjadi di Bandung pada tahun 2006.
Memori kasasi yang memuat kasus orang lain |
Dan juga putusan kasasi tersebut batal demi hukum karena
tidak terpenuhinya 3 poin yang ada dalam pasal 197 ayat 1 KUHAP yakni huruf D, F,H, dan L. Untuk keterangan mengenai
poin-poin tersebut silakan cek di postingan Lusy yang berjudul Melihat dan Memahamipasal 197 KUHAP.
Dengan demikian eksekusi yang dilakukan pihak kejaksaan
terhadap Anand Krishna merupakan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan
oleh Kejari Jakarta Selatan. Mengeksekusi putusan batal demi hukum, sama saja
dengan perampasan kemerdekaan seseorang, demikian diucapkan oleh Prashant,
putra dari Anand Krishna.