Hujan baru saja berhenti setelah hampir setengah hari turun.
Tidak terlalu deras hujan yang turun kala itu, namun cukup membuat suasana
menjadi dingin yang membuat Santo mematikan kipas angin di ruang tamu tempat ia
duduk santai saat itu.
“Ujan bikin males aja nih.” Santo menggerutu sendiri.
“Ngapain ya? Mana ga ada orang di rumah. Mau tidur ya masih
terlalu sore, mau pergi keluar males.” Ia masih melanjutkan menggerutu.
Saat itu, Minggu. Ibu dan adik perempuannya sedang
mengunjungi salah satu kerabat mereka sejak pagi, alhasil ia sendiri di rumah. Walaupun
ia sudah ada rencana ke rumah Satria, sahabatnya, namun ia urungkan karena
cuaca yang tidak mendukung menurutnya.
“Coba gua buka Youtube dulu ah, siapa tau ada video yang
asyik untuk dilihat.” Gumamnya sambil membuka laptop yang ada di kamar
tidurnya.
“Wih... ternyata feeling
gua pas banget nih. Ada video terbaru dari Bapak Anand Krishna.” Santo bersorak
dalam hati.
“Bener-bener yang gua cari nih video kayak gini. Ga terlalu
panjang durasinya dan topiknya juga menarik.” Ia mengungkapkan pendapatnya
(masih dalam hati).
“Lets see,
kira-kira apa ya yang disampaikan oleh Bapak Anand Krishna dalam video beliau
kali ini? Judulnya ada udah mantap nih, tentang perang Mahabharata dan
peran-peran dari Bhisma, Drona dan Karna” Santo masih melanjutkan (bicara pada
dirinya sendiri).
“Udah ah... langsung aja gua pantengin dah.”
Santo pun menyaksikan video Bapak Anand Krishna yang
berdurasi 15 menit 47 detik itu.
Ada yang bertanya
tentang Mahabharata. Mahabharata bicara tentang dharma, tetapi mahabharata
tidak memberikan peraturan bahwa yang ini adalah dharma dan yang itu bukan
dharma.
Mahabharata
menjelaskan apa itu dharma bernilai rendah dan dharma yang bernilai lebih
tinggi itu apa dan kemudia n kita diharapkan untuk memilah, memilih sendiri
mana yang tepat bagi saya. Mana yang tepat bagi kita.
Kalau kita melihat
cerita Mahabharata yang pernah kita baca. Di sini, di Indonesia disederhanakan,
waktu saya masih kecil, disederhanakan sekali (di Jawa). Pertama kali saya
mendengar cerita itu, belum ada komik yang dibuat oleh Kosasih, waktu itu saya
mendengar bahwa pandawa adalah pihak yang baik dan kurawa adalah pihak yang
jahat. Sederhana sekali, jadi yang jahat harus kalah, yang baik harus menang.
Ujung-ujungnya begitu.
Tetapi Mahabharata is
not that simple – tidak sesederhana itu – semua tokoh dalam Mahabharata itu ada
baiknya, ada buruknya, ada baiknya ada jahatnya. Tidak ada satupun tokoh yang
100% baik, tidak ada yang 100% jahat.
Lalu kenapa Krishna
berpihak pada pandawa? Kenapa tidak pada kurawa?
Persoalannya bukan
individu. Ini yang penting sekali untuk kita pahami. Kalau persoalannya
individu, berpihak pada Yudisthira atau Duryodhana, Krishna akan bingung sekali
karena banyak sekali hal-hal yang baik pada Duryodhana dan banyak sekali
hal-hal yang buruk dalam diri Yudisthira.
Sebab itu kakaknya
Krishna, Balaram bingung. Dia tidak mau berpihak, dia berkata bahwa lebih baik
menyendiri, menyepi dan meninggalkan medan perang. Tetapi Krishna mengambil
keputusan dan keputusan Krishna berdasarkan pada dharma dan dharma ia jelaskan
demi kebaikan kolektifitas, demi kebaikan sebanyak mungkin orang bukan demi
kebaikan satu orang atau satu kelompok.
Dan ketika itu menjadi
pilihan, jelas sekali bahwa kurawa adalah pihak yang jika mereka berkuasa
terus, tidak ada kebaikan bagi kolektifitas. Oleh karena itu dengan segala
kelemahan pandawa, Krishna memilih pandawa.
Kalau kita lihat di
pihak kurawa ini, dari kakek yang sangat dimuliakan, dihargai, dijunjung tinggi
– Bhisma. Bhisma bisa mengambil keputusan just for the sake of his father. Bapaknya
mau kawin dengan anak seorang nelayan, tapi si bapak nelayan ini memberikan
syarat bahwa kelak cucunya yang dilahirkan itu harus menjadi raja bukan anak
dari istri pertama.
Bapaknya Bhisma, Santanu
bingung karena ia melihat bahwa Bhisma yang mulai dewasa dan Bhisma menunjukkan
sifat-sifat yang layak untuk menjadi seorang pemimpin. Dan ketika Bhisma
mendengar syarat yang diajukan oleh bapak nelayan itu, Bhisma langsung menjawab
bahwa ia melepaskan haknya untuk menjadi raja dan ia bersumpah tidak akan kawin
supaya tidak memiliki anak.
Semua sumpah-sumpah
ini, sumpah, syarat hanya untuk memuaskan indera . orang yang sudah berusia 60
an, Santanu ingin kawin lagi sehingga anak harus melayani keinginan bapaknya yang
tidak ada kaitannya dengan kerajaan, tetapi ia melibatkan kerajaan.
Walaupun dia tahu saya
bisa mengolah kerajaan ini dengan baik, dia melepaskan haknya, dia tidak mau
kawin. Apa yang terjadi? Kacau semuanya. Itu adalah kekacauan pertama.
Kemudian, saya juga
melihat berapa versi, di pewayangan misalnya tokoh Drona begitu
diagung-agungkan sebagai orang yang luar biasa, orang yang bijak, seorang guru.
Dia memberikan pendidikan kepada kurawa dan pandawa dan sebagai upah, sebagai
jasa ia meminta anak didiknya itu untuk menyerang kerajaan Drupad yang tidak
ada urusannya dengan anak-anak didiknya itu. Menyerang kerajaan Drupad dan
mempermalukan Drupad karena Drupad pernah mempermalukan dirinya. Apakah ini
sifat seorang guru?
Kalau ada urusan untuk
keramaian, kalau Drupad berbuat jahat terhadap warga, terhadap penduduk , masuk
akal bila seorang guru mengatakan untuk menyerangnya.
Drupad menjadi arogan,
dia mempermalukan Drona ketika Drona datang ke kerajaannya. Drona juga
kebangetan, ia datang tanpa janji dan ia memperlakukan Drupad seolah-olah
Drupad masih kawan baiknya dulu. Padahal seharusnya Drona menghormati Drupad
yang telah menjadi raja, sehingga Drupad juga tidak menghormatinya.
Sebetulnya itu adalah urusan
pribadi. Urusan pribadi yang oleh Drona dijadikan urusan semua siswanya. Dan
hal itu salah.
Santanu salah tapi
Bhisma kesalahannya dia melepaskan segalan haknya walaupun dia bahwa
kerajaannya itu bukan miliknya. Dia tidak berpikir jauh. Kedua, Drona tidak
melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru.
Ketiga, tokoh yang
sering dipuja-puji, Karna. Ia seorang ksatria. Ada yang mengatakan bahwa Karna
ini sosok yang luar biasa. Tapi coba dengar alasan dia. Ketika Dewi Kunti datang
padanya dan mengatakan bahwa ia anak Dewi Kunti di luar pernikahan dan secara
tidak langsung menginginkan agar Karna memihak pandawa yang adalah
saudara-saudaranya.
Namun Karna mengatakan bahwa ia akan tetap membela
Duryodhana karena ketika orang tidak mengenalnya, Duryodhana membuatnya menjadi
raja dengan memberikan sebuah wilayah untuknya.
Lagi-lagi pribadi.
Urusannya bukan dharma. Urusannya bukan dharma, urusannya adalah pribadi. Dia
berbuat sesuatu terhadap saya, saya harus bela mati-matian.
Di sini kita melihat
bagaimana bagi Krishna walaupun susah tapi dia bisa mengambil keputusan. Di
sisi kurawa para pihak hanya memikirkan diri mereka masing-masing sedangkan di
pihak pandawa bicara tentang banyak orang.
Lalu ada pertanyaan
seperti ini:
Banyak pro dan kontra
mengenai perang Mahabharata, Krishna mengatakan demi dharma, di satu sisi
Krishna dituduh sebagai provokator.
Apakah ada bukti bahwa
sesudah perang keadaan menjadi lebih baik?
Menurut Bapak Anand
Krishna, bukan hanya itu karena orang tidak mau berdebat. Setelah Krishna tidak
ada, kenapa Krishna disebut Yuga Purusha ? karena Krishna adalah Purusha se
Yuga, satu jaman. Dia mengakhiri satu jaman, Dwaparayuga.
Setelah itu kita malah
memasuki Kali Yuga dan selama hampir 5000 tahun sekarang. Bagi jaman Mahabharata, kita ini sekarang dalam jaman kegelapan, masa gelap. Karena sekarang
kita baru bisa membuat bom nuklir, bom atom sejak 70 an tahun yang lalu dan itu
sudah pernah ada di jaman mahabharata dan orang-orang Barat tidak mau itu terungkap.
Terjemahan-terjemahan Mahabharata yang ada justru menyudutkan orang-orang timur seolah-olah kita
tidak punya peradaban, kita tidak punya sejarah, semuanya dongeng. Di sini pun
banyak orang sampai sekarang merasa bahwa Mahabharata, ramayana itu adalah
dongeng, wayang, bukan history, bukan sejarah.
Padahal bukti-bukti
sejarahnya ada. Apalagi beberapa tahun yang lalu ditemukan bahwa Dwarka –
kerajaan Krishna – ada di bawah laut, di dasar laut dan cerita itu sudah ada bahwa
itu adalah reclaimed land.
Sampai sekarang orang
tidak mau membahas tentang Mahabharata, makanya Krishna yang dipuja-puja sedang
bermain seruling bersama Radha. It’s easy to accept that Krishna, tetapi
Krishna yang sedang berkarya, sedang bingung, sedang berpihak pada phak
tertentu, tidak banyak yang membahasnya.
Yang dibahas hanya
Bhagavad Gita karena ajarannya. Universal sekali ajarannya. Tetapi Krishna di
mahabharata ini adalah sosok Krishna yang berbeda. Sampai-sampai Mahatma Gandhi
pun mengatakan bahwa perang mahabharata
itu cuma analogi. Orang sekelas Mahatma Gandhi tidak percaya bahwa perang itu
betul-betul terjadi karena bagi dia Krishna adalah sosok yang sangat sopan,
santun tiba-tiba di mahabharata ini Krishna
sebagai seorang strategist, pengatur siasat dalam perang tersebut.
Jadi bukan Krishna
yang avatar, apa pun yang ia kehendaki semuanya terjadi. Tidak demikian. Krishna
dalam Mahabharata ini sangat manusiawi. Dia punya persoalan-persoalan yang
sampai sekarang pun orang tidak mau membahasnya.