Rabu, 24 April 2019

Tokoh-tokoh Dalam Mahabharata Menurut Bapak Anand Krishna

Hujan baru saja berhenti setelah hampir setengah hari turun. Tidak terlalu deras hujan yang turun kala itu, namun cukup membuat suasana menjadi dingin yang membuat Santo mematikan kipas angin di ruang tamu tempat ia duduk santai saat itu.

“Ujan bikin males aja nih.” Santo menggerutu sendiri.

“Ngapain ya? Mana ga ada orang di rumah. Mau tidur ya masih terlalu sore, mau pergi keluar males.” Ia masih melanjutkan menggerutu.

Saat itu, Minggu. Ibu dan adik perempuannya sedang mengunjungi salah satu kerabat mereka sejak pagi, alhasil ia sendiri di rumah. Walaupun ia sudah ada rencana ke rumah Satria, sahabatnya, namun ia urungkan karena cuaca yang  tidak mendukung menurutnya.

“Coba gua buka Youtube dulu ah, siapa tau ada video yang asyik untuk dilihat.” Gumamnya sambil membuka laptop yang ada di kamar tidurnya.

“Wih... ternyata feeling gua pas banget nih. Ada video terbaru dari Bapak Anand Krishna.” Santo bersorak dalam hati.

“Bener-bener yang gua cari nih video kayak gini. Ga terlalu panjang durasinya dan topiknya juga menarik.” Ia mengungkapkan pendapatnya (masih dalam hati).

Lets see, kira-kira apa ya yang disampaikan oleh Bapak Anand Krishna dalam video beliau kali ini? Judulnya ada udah mantap nih, tentang perang Mahabharata dan peran-peran dari Bhisma, Drona dan Karna” Santo masih melanjutkan (bicara pada dirinya sendiri).

“Udah ah... langsung aja gua pantengin dah.”

Santo pun menyaksikan video Bapak Anand Krishna yang berdurasi 15 menit 47 detik itu.

Ada yang bertanya tentang Mahabharata. Mahabharata bicara tentang dharma, tetapi mahabharata tidak memberikan peraturan bahwa yang ini adalah dharma dan yang itu bukan dharma.

Mahabharata menjelaskan apa itu dharma bernilai rendah dan dharma yang bernilai lebih tinggi itu apa dan kemudia n kita diharapkan untuk memilah, memilih sendiri mana yang tepat bagi saya. Mana yang tepat bagi kita.

Kalau kita melihat cerita Mahabharata yang pernah kita baca. Di sini, di Indonesia disederhanakan, waktu saya masih kecil, disederhanakan sekali (di Jawa). Pertama kali saya mendengar cerita itu, belum ada komik yang dibuat oleh Kosasih, waktu itu saya mendengar bahwa pandawa adalah pihak yang baik dan kurawa adalah pihak yang jahat. Sederhana sekali, jadi yang jahat harus kalah, yang baik harus menang. Ujung-ujungnya begitu.

Tetapi Mahabharata is not that simple – tidak sesederhana itu – semua tokoh dalam Mahabharata itu ada baiknya, ada buruknya, ada baiknya ada jahatnya. Tidak ada satupun tokoh yang 100% baik, tidak ada yang 100% jahat.

Lalu kenapa Krishna berpihak pada pandawa? Kenapa tidak pada kurawa?

Persoalannya bukan individu. Ini yang penting sekali untuk kita pahami. Kalau persoalannya individu, berpihak pada Yudisthira atau Duryodhana, Krishna akan bingung sekali karena banyak sekali hal-hal yang baik pada Duryodhana dan banyak sekali hal-hal yang buruk dalam diri Yudisthira.

Sebab itu kakaknya Krishna, Balaram bingung. Dia tidak mau berpihak, dia berkata bahwa lebih baik menyendiri, menyepi dan meninggalkan medan perang. Tetapi Krishna mengambil keputusan dan keputusan Krishna berdasarkan pada dharma dan dharma ia jelaskan demi kebaikan kolektifitas, demi kebaikan sebanyak mungkin orang bukan demi kebaikan satu orang atau satu kelompok.

Dan ketika itu menjadi pilihan, jelas sekali bahwa kurawa adalah pihak yang jika mereka berkuasa terus, tidak ada kebaikan bagi kolektifitas. Oleh karena itu dengan segala kelemahan pandawa, Krishna memilih pandawa.

Kalau kita lihat di pihak kurawa ini, dari kakek yang sangat dimuliakan, dihargai, dijunjung tinggi – Bhisma. Bhisma bisa mengambil keputusan just for the sake of his father. Bapaknya mau kawin dengan anak seorang nelayan, tapi si bapak nelayan ini memberikan syarat bahwa kelak cucunya yang dilahirkan itu harus menjadi raja bukan anak dari istri  pertama.

Bapaknya Bhisma, Santanu bingung karena ia melihat bahwa Bhisma yang mulai dewasa dan Bhisma menunjukkan sifat-sifat yang layak untuk menjadi seorang pemimpin. Dan ketika Bhisma mendengar syarat yang diajukan oleh bapak nelayan itu, Bhisma langsung menjawab bahwa ia melepaskan haknya untuk menjadi raja dan ia bersumpah tidak akan kawin supaya tidak memiliki anak.

Semua sumpah-sumpah ini, sumpah, syarat hanya untuk memuaskan indera . orang yang sudah berusia 60 an, Santanu ingin kawin lagi sehingga anak harus melayani keinginan bapaknya yang tidak ada kaitannya dengan kerajaan, tetapi ia melibatkan kerajaan.

Walaupun dia tahu saya bisa mengolah kerajaan ini dengan baik, dia melepaskan haknya, dia tidak mau kawin. Apa yang terjadi? Kacau semuanya. Itu adalah kekacauan pertama.

Kemudian, saya juga melihat berapa versi, di pewayangan misalnya tokoh Drona begitu diagung-agungkan sebagai orang yang luar biasa, orang yang bijak, seorang guru. Dia memberikan pendidikan kepada kurawa dan pandawa dan sebagai upah, sebagai jasa ia meminta anak didiknya itu untuk menyerang kerajaan Drupad yang tidak ada urusannya dengan anak-anak didiknya itu. Menyerang kerajaan Drupad dan mempermalukan Drupad karena Drupad pernah mempermalukan dirinya. Apakah ini sifat seorang guru?

Kalau ada urusan untuk keramaian, kalau Drupad berbuat jahat terhadap warga, terhadap penduduk , masuk akal bila seorang guru mengatakan untuk menyerangnya.

Drupad menjadi arogan, dia mempermalukan Drona ketika Drona datang ke kerajaannya. Drona juga kebangetan, ia datang tanpa janji dan ia memperlakukan Drupad seolah-olah Drupad masih kawan baiknya dulu. Padahal seharusnya Drona menghormati Drupad yang telah menjadi raja, sehingga Drupad juga tidak menghormatinya.

Sebetulnya itu adalah urusan pribadi. Urusan pribadi yang oleh Drona dijadikan urusan semua siswanya. Dan hal itu salah.

Santanu salah tapi Bhisma kesalahannya dia melepaskan segalan haknya walaupun dia bahwa kerajaannya itu bukan miliknya. Dia tidak berpikir jauh. Kedua, Drona tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru.

Ketiga, tokoh yang sering dipuja-puji, Karna. Ia seorang ksatria. Ada yang mengatakan bahwa Karna ini sosok yang luar biasa. Tapi coba dengar alasan dia. Ketika Dewi Kunti datang padanya dan mengatakan bahwa ia anak Dewi Kunti di luar pernikahan dan secara tidak langsung menginginkan agar Karna memihak pandawa yang adalah saudara-saudaranya. 

Namun Karna mengatakan bahwa ia akan tetap membela Duryodhana karena ketika orang tidak mengenalnya, Duryodhana membuatnya menjadi raja dengan memberikan sebuah wilayah untuknya.

Lagi-lagi pribadi. Urusannya bukan dharma. Urusannya bukan dharma, urusannya adalah pribadi. Dia berbuat sesuatu terhadap saya, saya harus bela mati-matian.

Di sini kita melihat bagaimana bagi Krishna walaupun susah tapi dia bisa mengambil keputusan. Di sisi kurawa para pihak hanya memikirkan diri mereka masing-masing sedangkan di pihak pandawa bicara tentang banyak orang.

Lalu ada pertanyaan seperti ini:

Banyak pro dan kontra mengenai perang Mahabharata, Krishna mengatakan demi dharma, di satu sisi Krishna dituduh sebagai provokator.

Apakah ada bukti bahwa sesudah perang keadaan menjadi lebih baik?

Menurut Bapak Anand Krishna, bukan hanya itu karena orang tidak mau berdebat. Setelah Krishna tidak ada, kenapa Krishna disebut Yuga Purusha ? karena Krishna adalah Purusha se Yuga, satu jaman. Dia mengakhiri satu jaman, Dwaparayuga.

Setelah itu kita malah memasuki Kali Yuga dan selama hampir 5000 tahun sekarang. Bagi jaman Mahabharata, kita ini sekarang dalam jaman kegelapan, masa gelap. Karena sekarang kita baru bisa membuat bom nuklir, bom atom sejak 70 an tahun yang lalu dan itu sudah pernah ada di jaman mahabharata  dan orang-orang Barat tidak mau itu terungkap.

Terjemahan-terjemahan Mahabharata yang ada justru menyudutkan orang-orang timur seolah-olah kita tidak punya peradaban, kita tidak punya sejarah, semuanya dongeng. Di sini pun banyak orang sampai sekarang merasa bahwa Mahabharata, ramayana itu adalah dongeng, wayang, bukan history, bukan sejarah.

Padahal bukti-bukti sejarahnya ada. Apalagi beberapa tahun yang lalu ditemukan bahwa Dwarka – kerajaan Krishna – ada di bawah laut, di dasar laut dan cerita itu sudah ada bahwa itu adalah reclaimed land.

Sampai sekarang orang tidak mau membahas tentang Mahabharata, makanya Krishna yang dipuja-puja sedang bermain seruling bersama Radha. It’s easy to accept that Krishna, tetapi Krishna yang sedang berkarya, sedang bingung, sedang berpihak pada phak tertentu, tidak banyak yang membahasnya.

Yang dibahas hanya Bhagavad Gita karena ajarannya. Universal sekali ajarannya. Tetapi Krishna di mahabharata ini adalah sosok Krishna yang berbeda. Sampai-sampai Mahatma Gandhi pun mengatakan bahwa  perang mahabharata itu cuma analogi. Orang sekelas Mahatma Gandhi tidak percaya bahwa perang itu betul-betul terjadi karena bagi dia Krishna adalah sosok yang sangat sopan, santun  tiba-tiba di mahabharata ini Krishna sebagai seorang strategist, pengatur siasat dalam perang tersebut.

Jadi bukan Krishna yang avatar, apa pun yang ia kehendaki semuanya terjadi. Tidak demikian. Krishna dalam Mahabharata ini sangat manusiawi. Dia punya persoalan-persoalan yang sampai sekarang pun orang tidak mau membahasnya.









Flag Counter