gambar dari http://meditateinkansas.org/ |
“Sudahlah wira, cepat kau mandi. Nanti terlambat ke
sekolah!” suara ibu terdengar dari arah dapur.
Pagi itu ibu sedang menyiapkan sarapan pagi. Rutinitas
yang biasa ia lakukan sebelum ia pun berangkat mengajar.
“Baik ibu, sebentar lagi. Aku mau menyikat lantai kamar
mandi dulu.”
“Aku pasti tak akan telat bu.” Wira menjawab dengan
semangat.
Tak sampai setengah jam, Wira sudah siap berangkat ke
sekolah dengan sepedanya. Maklum jarak sekolah dari rumahnya tidaklah jauh dan
lebih nyaman baginya bersepeda daripada di antar sang ayah.
ia suka bersepeda ke sekolah bersama teman-temannya. Ayah
mengantar ibu ke Sekolah Menengah Pertama, tempat ia mengajar sebelum akhirnya
ia pergi ke kantor yang cukup jauh dari sekolah itu.
**
“Maaf, bu, aku tidak bisa menyikat lantai kamar mandi
hari ini karena mau berangkat agak awal.” Wira memohon ijin kepada ibunya di
suatu pagi.
“ga pa-pa, Wira. Nanti ibu yang akan menggantikan tugasmu
itu. Tapi hanya untuk hari ini. Janji ya?”
ibu memberi ijin dengan satu syarat saja.
“Ibu baik deh.” Ujar Wira sambil menyeringai.
“Kamu kecil-kecil kok udah bisa merajuk. Ya, ayo mandi
sana jangan sampai teman-temanmu meninggalkanmu.” Ibu berkata dengan sedikit
senyum di bibirnya.
**
Malam harinya, Wira mendekati sang ibu yang sedang asyik
mengoreksi hasil ulangan anak muridnya di depan televisi. Televisi sengaja tak
dinyalakan demi membantu konsentrasi ibu mengerjakan tugasnya itu.
“Bu, aku mau minta maaf mengenai suatu hal pada ibu,”
Wira membuka pembicaraan.
Mendengar suara anaknya yang ia kasihi, ibu memutar
kepalanya ke arah Wira.
“Ada apa Wira. Kok serius seperti itu?” ibu meletakkan
kertas ulangan yang sedang dipegangnya lalu memperhatikan raut wajah Wira.
Agak lama Wira menundukkan wajahnya dan mencoba
memberanikan diri untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang sudah ia susun di
dalam batok kepalanya.
Jam dinding menunjukkan waktu pukul delapan lebih lima
menit. Dua ekor cicak berkejaran di dekatnya. Sesekali cicak itu bersuara
seperti tikus mencicit.
“Mmm… iya bu, aku minta maaf ke ibu karena selama ini aku
tidak menjalankan tugas yang ibu berikan. Tugas menyikat lantai kamar mandi
setiap pagi.” Ia tak kuasa menatap wajah sang ibu.
“Aku beberapa kali berbohong telah melakukan tugas itu.
Aku menyesal sekali bu. Aku minta maaf dan berjanji tak akan mengulanginya
lagi. Aku akan melakukan tugas itu dengan sungguh-sungguh bu.” Panjang Wira
mengatakannya pada sang ibu yang duduk di hadapannya.
Sang ibu hanya menghela nafas. Lantas ia berkata; “Wira,
ibu maafkan kesalahanmu dan ibu bangga pada kejujuranmu. Ibu dan ayahmu
memberikan tugas itu kepadamu dengan tujuan supaya kamu belajar bertanggung
jawab pada rumah ini. Rumah ini biarpun kecil tapi harus kita rawat bersama
sehingga nyaman kita tinggali.
Kamu pasti ingat bahwa kebersihan itu amat penting. Apalagi
kebersihan di kamar mandi. Kita harus merawat kebersihannya demi kebaikan kita,
para penghuninya.
Wira mulai memberanikan dirinya untuk menatap sang ibu.
Dalam hati ia sungguh senang memiliki kedua orang tua yang bijak dalam
mendidik. Lamat-lamat ia mengucapkan terima kasih pada-Nya.
Lalu ia bercerita.
“Pagi ini Bagas, teman sekelasku tidak masuk sekolah
karena neneknya meninggal. Lalu siang hari aku bersama teman-teman dan wali kelasku
berkunjung ke rumahnya.” Wira berhenti sejenak.
“Ibu Bagas menjelaskan bahwa neneknya Bagas meninggal tak
lama setelah terjatuh di kamar mandi. Kata dokter yang memeriksanya di rumah
sakit, neneknya itu mengalami pendarahan di otaknya dan tak bisa diselamatkan.”
“Mulai sekarang aku berjanji akan selalu menyikat lantai
kamar mandi kita, bu. Aku tak mau ibu atau ayah terjatuh seperti neneknya Bagas
itu.” Dengan sungguh-sungguh diucapkannya janji itu kembali pada sang ibu.