Kamis, 01 November 2012

Tentang Rindu....


“Bravo!!! Keren banget sih kamu,”

Itu ucapan mu tatkala ku beri tahu bahwa buku ku sudah berhasil diterbitkan oleh salah satu penerbit terkemuka di negeri kita.

“Tapi… aku sih ga terlalu kaget karena sejak awal aku ketemu kamu, aku sudah punya feeling kalau suatu hari kamu akan jadi “orang besar”, he he he….” Lanjut mu membuat aku jadi geer mendengarnya.

Ngomong-ngomong jadi orang besar, sebenarnya aku sudah besar dalam arti perawakanku. Yah, dibandingkan dengan temanku itu, ia hanya sepundak ku bila kami berdiri berdampingan. Tapi itu tak membuat ku meremehkannya, aku tak melihat penampilan fisik seseorang bila berteman. Semua ku anggap sama, selama orang itu mau berteman dengan ku. Maka dari itu, aku punya banyak teman mulai dari tukang becak yang mangkal di gang rumah ku sampai para senior ku alias tetangga ku yang udah bapak-bapak yang secara berkala mengadakan pertemuan di lingkungan kami.

“yah…. Kok buku IT sih, kamu tuh lebih pas menulis cerpen atau pun novel entah itu tentang cinta, sejarah atau yang lainnya. Bukan buku IT seperti itu. Oops…  mungkin juga aku salah, dengan menerbitkan buku-buku IT lebih dahulu, ke depannya kamu lebih mudah menerbitkan kumpulan cerpen atau novel. Aku yakin itu, suatu ketika akan ku baca novel-novel mu,” suara mu menyiratkan kekecewaan atas kabar bahwa buku yang diterbitkan adalah buku-buku dengan tema IT yang memang aku sedang tekuni saat ini.

Aku menggeluti dunia itu secara otodidak dan aku menikmati bidang itu yang akhirnya menjadi profesi ku sehari-hari kini sejak beberapa tahun lalu. Aku merasakan betapa enaknya profesi ku ini, karena kian hari skill ku kian bertambah dan aku pun mendapatkan income yang tak sedikit. Enaknya…. Sambil belajar mengasah kemampuan, aku mendapatkan uang juga. Ini lah asyiknya bila mana hobi menjadi profesi atau profesi menjadi hobi, ga berasa lagi kerja soalnya. Ga ada yang maksa atau nuntut karena kita mengerjakannya dengan hati yang suka. Betapa enjoynya aku dengan dunia ku kini.

“Ah… becanda kamu…., apa menurut mu aku bisa nulis? Apa lagi bikin novel wah berat banget tuh buat aku yang males baca yang jadi syarat untuk bisa nulis.  Aku sih cuma bisa nulis diary doang, biasa cewek…. Curhat….. berhubung aku ga punya teman dekat ya aku curhat ama buku diary ku aja deh, he he he… jadi malu aku,” ungkap mu tatkala aku ajak untuk kolaborasi nulis bareng.

Setahuku dia itu punya banyak teman. waktu di SMK dulu dia jadi tempat curhat teman sekelas kami. Dia memang seorang pendengar yang baik dan enak diajak diskusi tapi… dia agak tertutup tatkala pembicaraan mengarah ke masalah pribadi atau keluarganya. Ia pintar membelokkan ke masalah yang lain. Dia nampak misterius di mata ku namun ke misteriusan itulah yang membuat aku jatuh cinta padanya, tanpa ia mengetahuinya sampai kini. Ku simpan rapi hati ku hanya untuk nya, aku selalu berharap ia mengetahui rasa yang ku pendam ini.

“Yo wis…. Aku belajar nulis dulu yah, pakai apa tadi? Pakai media blog kecil-kecilan gitu?,” balas mu ketika aku setengah maksa supaya kamu juga mulai menulis. Aku bilang kalau nulis tuh asyik karena kita bisa berekspresi lewat kata-kata, bisa melanglang buana di dunia penuh imajinasi. Otak pun jadi encer. Nulis ga perlu pusing itu moto ku yang sampai saat ini aku terapkan pada diri ku sendiri. Ga perlu pusing apakah ada yang baca tulisan kita atau ada yang kasih opini miring tentang tulisan kita. Pokoknya ga pake pusing lah yaw….. enjoy aja.

Dan salah satu media yang bisa kita jadikan tempat untuk nulis selain buku diary ya tentu saja blog. Jaman sekarang yang serba online begini, kita juga jangan jadi kuper, ga tau teknologi. Yah… ga usah yang ribet-ribet lah, pake aja media bikin blog yang gratis tuh yang disediakan sama mbah Google. Itu pun udah mantep dah buat kita nulis sana nulis sini mulai dari yang serius sampai yang lucu ga karuan alias garing he he he...

“Maaf nih, kayaknya aku mesti pergi belanja nemenin ibu ku nih…., sampai jumpa lagi yah di percakapan berikutnya, sukses slalu untuk mu yah… bye….” pamit mu sore itu membuat percakapan kita via handphone mesti berakhir. Padahal aku ingin ngobrol lebih lama dengan mu tapi biarlah toh besok pun aku tetap bisa menelpon mu. Aku relakan saja kamu pergi bersama ibu mu sore itu dan aku akan tetap menyimpan rapi hati ku untuk mu seorang.

Rindu, nama yang indah yang termaktub dalam sanubari ku. Rindu, aku mencintai mu dan kini aku merindukan mu. Tunggu aku Rindu, akan ku pinang kau dengan novel karya-karya ku…….


Image : Google Search
Flag Counter