“Gundul mu itu yang akan aku ketok palu duluan,” sungut Joko mendengar perkataan Lutfi bahwasanya dia pun mungkin saja berbuat seperti yang telah dilakukan oleh hakim agung Ahmad Yamani.
Kedua nya sedang berbincang-bincang santai di rumah tante Lutfi, maklum lufti memang tinggal bersama tantenya di Jakarta untuk kuliah, sementara ke dua orang tuanya menetap di Jogja. Lutfi dan Joko berteman akrab sejak di bangku SMA kedua nya kini kuliah di jurusan yang sama yakni hukum.
Hakim agung Ahmad Yamani memang tengah menjadi focus berita terkait dengan permohonan mundurnya dari jabatannya sebagai hakim agung dengan alasan sakit, surat permohonan mundurnya itu disampaikan kepada ketua MA pada tanggal 14 November lalu. Akan tetapi banyak pihak yang meragukan alasannya tersebut.
Lalu pada tanggal 17 November MA tiba-tiba menyampaikan penilaian, Yamanie memang diminta mengundurkan diri karena tidak professional. Hakim agung Ahmad Yamanie membubuhkan tulisan tangan berupa vonis 12 tahun penjara alih-alih 15 tahun penjara seperti diputuskan majelis peninjauan kembali pada Hanky Gunawan, terpidana kasus narkoba. Putusan yang diambil majelis hakim yang dipimpin Imron Anwari dengan anggota Ahmad Yamanie dan Nyak Pha itu menganulir hukuman mati pemilik pabrik ekstasi itu.
“Jadi hakim itu harus amanah, ga bisa sewenang-wenang. Kalau salah bikin putusan bisa cepat mati tau….,” Joko masih nggerundel pada Lutfi yang senyum-senyum mendengarkan gerundelan temannya itu.
Usut punya usut ternyata bersama hakim agung Zaharuddin Utama dan Sofyan Sitompul, Ahmad Yamani mengabulkan kasasi kasus Anand Krishna pada bulan Juli lalu. Kontan saja ini menimbulkan reaksi keras dari Komunitas Pencinta Anand Ashram dan Anand Krishna sendiri berhubung Anand Krishna telah divonis bebas oleh ibu hakim Albertina Ho pada tanggal 22 November 2011 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah melalui serangkaian persidangan yang memakan waktu satu tahun lebih.
Dan yang lebih mencengangkan lagi adalah memori kasasi yang diajukan oleh JPU Martha Berliana Tobing memuat kasus orang lain yakni kasus merk dagang yang terjadi di Bandung pada tahun 2006, pastinya sebagai orang awam kita akan bertanya-tanya kok bisa para hakim agung tersebut mengabulkan kasasi yang bersifat cacat hukum itu?
Tidakkah mereka membaca terlebih dahulu memori yang diajukan kepada mereka?
Kegelisahan mengenai hal ini juga menjadi perhatian dari salah seorang advokat senior Bapak Kamal Firdaus yang mana beliau mengungkapkannya di status beliau di situs jejaring social, facebook, berikut ini yang beliau tuliskan;
ROBOHNYA MAHKAMAH AGUNG (8)
(Putusan kasasi Anand Krishna oleh hakim agung Achmad Yamanie dkk)
Saya tidak kenal dengan Anand Krishna.Tidak pernah pula membeli dan membaca buku2 karyanya Suatu malam saya ngobrol2 dengan seorang mantan Menteri yang sudah lama saya kenal. Sampailah obrolan ke kasus Anand Krishna yang semula diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tapi kemudian dalam pemeriksaan tingkat kasasi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana “sebagai seorang guru melakukan perbuatan cabul secara berlanjut”.
Tertarik dengan cerita sang mantan Menteri itu saya lalu minta bantuan seseorang mencari dan mendapatkan putusan perkara Anand Krishna itu, ya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ya putusan kasasinya. Setelah saya pelajari, menurut hemat saya putusan PN Jaksel (dengan majelis hakim yang diketuai oleh Albertina Ho) yang memutus bebas Anand Krishna sudah betul dan tepat.
Lalu bagaimana dengan putusan kasasi yang menghukum Anand Krishna? Membaca putusan kasasinya itu saya terpaksa tercengang. Sama halnya dengan apa yang saya tulis di ROBOHNYA MAHKAMAH AGUNG (6), dalam putusan kasasi Mahkamah Agung perkara Anand Krishna terdapat pertimbangan hukum yang berasal dari kasus orang lain yang terjadi di Bandung menyangkut perkara pidana merek dengan terdakawa Erik Mulya Wijaya.
Alkisah, Erik didakwa atas perbuatan yang melanggar pasal 24 ayat 1 UU No 5/1984 tentang Perindustrian. Di tingkat kasasi, Erik dihukum 2 tahun penjara karena menggunakan merek yang sama dengan merek yang terdaftar milik pihak lain. Siapa bisa menjelaskan : apa gerangan hubungan antara perkara “guru melakukan perbuata cabul” dengan perindustrian, dengan menggunakan merek yang sama dengan merek yang terdaftar milik pihak lain??
Bukan hanya sebatas pertimbangan hukum perkara “perbuatan cabul” menggunakan pertimbangan hukum perkara merek saja yang membuat saya tercengang. Tapi masih ada beberapa hal lainnya, di antaranya apa gerangan kesalahan dan dosa sejumlah buku karya Anand Krishna sehingga,– menurut amar putusan kasasi perkaranya itu,– harus dirampas dan dimusnahkan??
Sekali lagi, saya berpendapat putusan PN Jaksel yang membebaskan Anand Krishna sudah betul dan tepat. Tapi putusan kasasi Anand Krishna membuat saya terpaksa tercengang.
Dan saya makin tercengang ketika mengetahui bahwa salah seorang hakim agung yang memutus perkara Anand Krishna itu di tingkat kasasi bernama ACHMAD YAMANIE yang akhir2 ini lumayan terkenal gara2 putusannya dan kawan2nya dalam perkara narkoba, yang membuatnya mau mengundurkan diri dengan alasan sakit.
Semakin astaga saja……
http://www.facebook.com/kamal.firdaus.9/posts/558340057524941
Semoga masih ada bapak Kamal Firdaus yang lain yang masih peduli dengan penegakan hukum di negeri tercinta ini sehingga hukum tidak digunakan sewenang-wenang oleh yang berkuasa dan berharta.
“Aku dukung penuh pak Kamal Firdaus ini, top markotop dah,” ujar Joko bersemangat membaca status pak Kamal Firdaus. Segera saja Joko mendoakan beliau agar selalu dilindungi oleh Sang Pangeran demi tugasnya yang mulia yang beliau emban.