Gambar dari Google |
Pertama, kami naik angkot yang sopirnya lambat. Sebenarnya kami sudah kapok naik angkot yang sopirnya si bapak itu (kami ga kenal namanya). Tapi, kami ga tau ternyata pas kami sudah duduk, eh si sopir itu lagi yang bikin kami kapok penumpang angkotnya.
Dia sih bilang untuk menunggu karena dia cari penumpang maklum hanya kami penumpangnya.
Kami sudah ga sabar, di pintu keluar terminal Lebak Bulus kami sudah siapkan uang receh untuk membayarnya dan ganti angkot. Tapi, mungkin dia tahu kami sudah marah dan ingin turun. Akhirnya dia membawa angkotnya.
Lama banget, perjalanan dari terminal Lebak Bulus ke Pasar Jum’at makan waktu 10 menit. Padahal jaraknya kan dekat banget. Emang tuh bapak ngetemnya lama.
Kami bertekad untuk tidak menggunakan angkotnya lagi kecuali kalau pulang kerja.
Kedua; kami memarahi (ga terlalu sih) petugas di salah satu apotek terkenal yang dekat tempat kami bekerja. Menurut kami dia termasuk petugas baru yang ditugaskan di apotek tersebut (karena kami baru beberapa kali melihatnya).
Alasannya, kami mau membeli salah satu obat pain killer yang biasa kami beli sejumlah 5 butir saja. Tapi si petugas itu berkata bahwa tidak bisa membeli 5 karena akan tersisa 2 butir (dalam satu strip obat itu ada 10 butir dan sudah terpotong 3). Alhasil kami harus membeli 7 butir katanya.
Itu peraturan baru dari pemimpin yang baru katanya.
Kami sih awalnya ga jadi saja membelinya. Dan kami komplain akan pelayanan yang diberikan si petugas kepada kami. Ga seperti petugas lainnya yang sudah sering melayani kami. Mereka baik-baik saja. Dan kami bisa membeli obat tersebut dengan jumlah 5. Kami katakan itu dengan nada yang kecewa tentu saja.
Lantas, ketika sampai di depan pintu (hampir mau keluar) seorang petugas lainnya datang. Kami bertanya padanya apakah tidak ada stock obat tersebut yang bisa kami beli 5?
Kami katakan padanya bahwa kami adalah salah satu pelanggan setia apotek tersebut dan kami kecewa dengan pelayanan si petugas pertama.
Akhirnya, si petugas kedua memperbolehkan kami untuk membeli obat tersebut 5 saja (tidak perlu membeli 7).
Kami ucapkan terima kasih kepada si petugas. Dan kami pun mengucapkan permintaan maaf kepada petugas pertama.
Merenung
Dalam perjalanan menuju tempat kerja kami (jarak dari apotek ke tempat kami kerja tidaklah terlalu jauh). Kami merenung. Sebenarnya kami tidak perlu marah atau kesal kepada si petugas pertama. Karena toh, obat yang tersisa bisa menjadi cadangan di rumah.
Ya, kami sadari bahwa kami seharusnya tidak boleh marah. Bisa saja kami kami membeli 7 butir obat seperti yang si petugas pertama katakan. Dalam hati kami merasa kasihan pada si petugas pertama.
Ke depannya kami akan berusaha untuk tidak marah pada si petugas itu lagi dan kepada yang lainnya.
Kepada si sopir angkot pun kami tidak perlu kesal. Lain kali kalau kami terlanjur masuk dalam angkotnya, kami bisa langsung keluar dan mencari angkot lainnya.
Kami tidak perlu kesal atau marah, santai saja.
Terima kasih untuk hari ini...