Majalah Barometer
Edisi February – Maret 2012
Laporan Utama hal. 6 - 7
Keterangan saksi-saksi persidangan yang tidak mendukung, dan
tidak adanya bukti-bukti, ditambah tidak terpenuhinya unsure dakwaan, membuat
tuntutan “korban” terhadap Anand Krishna gugur. Lelaki ini diputus bebas oleh
Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Perempuan berdedikasi Albertina Ho, yang
sekaligus “memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabat” nya. Semua ini jelas member rasa gembira dan harapan baru bagi Anand
dan penasehat hukumnya, bahwa masih ada keadilan di Negara yang katanya “hukum
bisa dibeli” ini.
Akhir November, tepatnya 22 November 2011 ternyata
menorehkan kenangan manis bagi lelaki pendiri Yayasan Anand Ashram, Anand
Krishna. Pasalnya setelah hamper 2 tahun ia harus menjalani proses hukum, yang
mana dimulai dari kampanye, gencar lewat media oleh lawannya, hari itu putusan
Majelis Hakim telah membuat hatinya lega. Tak heran jika kegembiraan juga
nampak terpancar di wajah para sahabat dan handai taulan pendukungnya yang kala
itu memadati Ruang Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“menyatakan terdakwa Anand Krishna tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana dakwaan
pertama dan kedua, membebaskan terdakwa karena itu, dan memulihkan hak terdakwa
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabat” begitu bunyi putusan yang
melegakan hati Anand itu.
Amar putusan Majelis Hakim memang jauh dari harapan tuntutan
JPU yang menginginkan Anand dihukum penjara selama dua tahun enam bulan. Akibat
tuduhan sebagai pelaku pelecehan seksual, lelaki berkumis dan berjambang putih
ini dijerat dengan dakwaan pertama, Pasal 290 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP. Dakwaan kedua, pasal 294 ayat (1) ke-2 jo, Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ternyata tidak ada bukti dan keterangan saksi-saksi
persidangan tak mampu mendukung tuntutan JPU. Unsure agar dakwaan “melakukan
perbuatan cabul dengan seseorang” pun di mata Majelis Hakim tidak terpenuhi.
Memang Tara selaku satu-satunya pelapor dalam kasus ini mengaku telah
diperlakukan tidak senonoh oleh Anand, tetapi keterangan ini tidak dibarengi
bukti-bukti dan dibantah saksi lainnya yakni Maya Safira Muchtar.
Tuduhan Tidak
Terbukti
Keterangan Shinta Kencana Kheng, salah seorang yang mengaku
sebagai murid spiritual Anand yang menyatakan bahwa Anand melakukan perbuatan
asusila terhadap Maya pun ditepis oleh Maya sendiri. Bantahan Maya ini
dibenarkan oleh Anand dalam agenda sidangnya pada tahap pemeriksaan terdakwa.
Anehnya, selama persidangan pertama Shinta Kencana Kheng,
malah diketahui beberapa kali berhubungan dengan ketua majelis hakim Hari
Sasangka. Pelanggaran kode etik hakim ini, kemudian dilaporkan kepada Komisi
Yudisial dan Mahkamah Agung oleh pihak Anand bersama bukti ratusan foto dan
beberapa saksi mata, yang mana berakibatkan pada penggantian seluruh majelis
hakim. Hakim Hari Sasangka sendiri mesti menjalani hukuman berupa tidak
mengetuk palu selama 6 bulan, dan selama itu pula tunjangannya dipotong sebesar
90%.
“Berdasarkan saksi-saksi itu sendiri dan tidak ada hubungan
antara yang satu dengan lainnya. Dan keterangan saksi lainnya dialami sendiri
dan tidak didukung alat bukti yang cukup.
Dengan demikian terdakwa tidak terbukti melakukan pencabulan”, jelas
Ketua Majelis Hakim, Albertina Ho. Dengan pertimbangan yang sama, majelis hakim
juga menyatakan unsure “perbuatan cabul” pada dakwaan kedua tidak terbukti.
Selanjutnya, pengadilan memulihkan hak Anand Krishna dalam
kemampuan, harkat, nama dan martabatnya. “Ternyata unsur perbuatan cabul tidak
terpenuhi. Maka unsur kedua pada dakwaan kedua tidak terpenuhi dan tidak dapat
dibuktikan, dan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut,” ujarnya.
Belum Ada Langkah
Lanjut
Terkait dengan vonis tersebut, JPU yang diwakili Ine Elaine
menyatakan belum bisa mengambil keputusan, apakah akan melakukan kasasi atau
tidak. Menurutnya, ia akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan pimpinan. “Kami
minta petunjuk pimpinan, belum bisa ambil tindakan,” ujarnya ketika itu pada
wartawan.
Di pihak lain, Wijarningsih, ibunda Tara, mengatakan akan
mematuhi putusan Majelis Hakim. Namun ia masih berharap ada upaya hukum lain
yang bisa ditempuh. “Kita sesuai hakim sajalah. Kita lihat saja, kan belum
final. Kita percaya masih ada Tuhan di atas,” ujarnya.
Tekanan Publik Tak
Berpengaruh
Saat ditemui Barometer, Anand mengatakan bahwa kemengan itu
bukanlah kemenangan bagi dirinya, tetapi kemenangan bagi keadilan dan
peradilan. Ia menilai putusan Majelis Hakim memang sudah tepat. “ Senang,
harapan saya muncul lagi, hakim-hakim Indonesia yang membela keadilan,” ujar
Anand.
Senada dengan Anand, salah seorang penasihat hukumnya, Otto
Hasibuan mengapresiasi sikap ketua Majelis Hakim, Albertina Ho yang tidak
terpengaruh oleh tekanan public. “Semoga putusan ini menjadi penyemangat bagi
hakim lainnya saat terdakwa tidak bersalah diputus bebas. Dan Anand bukan
terdakwa yang bersalah,” jelasnya.
Menurut Otto, pihaknya siap mengadapi jika JPU menempuh
upaya hukum kasasi. Meski begitu, vonis bebas bagi Anand itu membuktikan bahwa
klien saya tidak terbukti bersalah dan itu sudah dibuktikan di pengadilan.
“Saya minta Kejaksaan tidak memperpanjang, kasihan. Kejaksaan juga bisa
mempelajari dan tidak usahlah, jadi semua bisa diambil hikmahnya,” ujarnya
(AS/Yudi)