Gambar dari http://chikaranews.blogspot.com |
Intan, demikian kita namakan saja perempuan lumayan
cantik yang tinggal di sebuah kota besar. Dengan usia yang mau memasuki kepala
3, ia memiliki pekerjaan yang bisa dibilang menjanjikan.
Seorang manager sebuah perusahaan kecil namun dalam hal
gaji tidak bisa dibilang seperti itu.
Wajahnya yang ayu dan lembut membuat ia tak kesulitan
mendapatkan atau menarik lawan jenis untuk menjadi pasangan. Ia mudah saja
berganti-ganti pasangan tatkala ada acara undangan untuk menghadiri pesta
pernikahan teman sejawat ataupun kerabat keluarga.
Hanya sebatas pasangan saja, tanpa ikatan berpacaran atau
berhubungan dengan serius.
Ia memang agak sulit untuk menentukan seseorang yang
menjadi pacar atau kekasih yang nantinya ia harapkan bisa menjadi pasangan
sehidup-sematinya.
Teman-temannya menjulukinya sebagai perempuan pemilih. Milih
yang punya tinggi penghasilan minimal di atas yang ia bisa hasilkan. Milih yang
punya penampilan yang tak memalukan, modern. Milih yang cerdas minimal punya title
yang sama dengan dirinya. Dan milih-milih lainnya. Itu pendapat teman-temannya.
Tapi ia tetap saja tak menghiraukan pendapat teman-temannya itu.
Mungkin pendapat yang bisa dianggap miring. Namun ia tak
peduli. Toh menurutnya ini hidupnya dan dalam hidup apalagi dalam hal pasangan
hidup haruslah pilih-pilih tak boleh sembarangan comot. Bisa nyesel di kemudian
hari.
Pernah suatu kali ia mengenal seseorang yang menurut
pandangannya sesuai dengan kriteria yang ia patok. Perkenalan yang dicomblangi
seorang teman kuliahnya dulu. Seorang lelaki dengan penampilan bisa dibilang
menarik, tidak ganteng sih tapi menarik. Dengan pekerjaan yang lumayan
bergengsi dan bermobil pula.
Mereka akhirnya memproklamirkan sebagai pasangan kekasih.
Wah… cocok banget. Yang perempuan dan lelaki yang serasi. Itu mungkin dari
luarnya saja.
Lama-lama akhirnya terkuak juga.
Ternyata hubungan mereka tidaklah selaras. Intan memang pekerja
keras sehingga ia dapat menghasilkan lebih sedangkan si lelaki tidaklah
demikian.
Namun, intan sudah terlanjur “jatuh hati” pada Alex
sehingga ia pun mempertahankan hubungan itu.
Intan juga nampaknya tengsin juga pada teman-temannya mengakui
bila dirinya salah pilih. Ya, demi gengsi.
Alex , demikian kita namakan lelaki itu, memang penuh
perhatian dan selalu bertutur kata yang manis dan sopan pada intan dan ini yang
membuatnya terlena berjuta kepayang. Oh… lelaki yang diidam-idamkan setiap
perempuan, katanya pada teman sekantornya pada suatu kali.
Manis memang manis tutur kata yang keluar dari sang
lelaki, pun sopan terdengar bahkan nampak berlebihan ia memanjakan intan. Tapi……
Di bulan ke enam mereka berhubungan, Alex berpamitan
padanya untuk pulang kampung. Ia memang mengaku berasal dari suatu daerah di
pulau seberang. Dan ia mendapat kabar perihal kakeknya yang sedang sakit. Sebagai
cucu yang hormat dan sayang pada sang kakek, maka ia pun memutuskan untuk
menemui beliau. Ia harus pulang kampung. Itu yang ia katakan pada Intan, sang
kekasih.
Alex pun pulang kampung (katanya) dengan terlebih dahulu
pinjam uang (katanya) pada sang kekasih. Sebagai kekasih yang baik (katanya),
Intan pun memberikan saja uangnya beralih tangan untuk dipinjamkan pada Alex. Kan
kekasih, ya ga masalah lah, toh selama ini ia ga macem-macem. Itu menurut Intan
dengan polosnya. Jumlahnya tak bisa dibilang kecil pula.
Tapi…. Tunggu demi tunggu Alex tak kunjung muncul kembali
ke hadapannya. Kabar pun tak jua sampai ke telinganya. Tidak bisa dihubungi
total sejak mereka berpisah di suatu bandara.
Ia pun tersadar bila dirinya telah tertipu.
Ia tak bisa menyalahkan siapapun atau Alex meski itu
butuh perenungan yang lama. Ia menoleh ke dalam dirinya bahwa ia tertipu oleh
angan-angannya sendiri. Angan-angannya itulah yang menarik seorang lelaki
bernama Alex untuk datang dan memenuhi angan-angannya itu, tapi ia kemudian
ditipu.
Memang malang terdengar nasibnya. Tak sebentar ia melupakan
lelaki yang (mungkin) memang berniat untuk menipunya itu.
Jum’at, 8 February 2013