Senin, 24 Desember 2018

Catatan Akhir Tahun


Ini tumbenan saya menulis tentang catatan di akhir tahun. Entah kenapa beberapa hari sebelumnya saya ada terlintas untuk menulis tentang catatan akhir tahun. Apakah karena tahun ini spesial, atau karena hal lain seperti makin bertambahnya usia saya?

Ngga tau juga sih alasannya, yang pasti terlintas pikiran seperti itu. Mau bikin catatan akhir tahun.

Dan sekarang pas sudah mulai ketak-ketik masih agak belum tau apa yang mau dituliskan. He he he...

Yo wis, tak pikir dulu sebentar...

Tahun ini memang berbeda dengan tahun lainnya. Lha memang seperti itu kan. Setiap tahun bahkan setiap detik berbeda, tidak pernah sama. Mulai dari hal yang kecil saja, seperti yang terlintas dalam pikiran kita pun berbeda tiap detiknya, tak sama.

Tahun ini, 3 orang teman seperjalanan telah berpulang lebih dahulu. Pasti ada pelajaran yang mesti saya petik atau ambil hikmahnya dari kepulangan mereka. Tiap saat saya mesti berusaha untuk tetap ingat ajaran-ajaran Sang Guru Sejati.

Tak hanya mengingat ajaranNya saja, namun lebih penting lagi adalah mesti melakoninya supaya bisa menjadi bekal kepulangan saya nantinya. Toh semua orang termasuk saya pasti akan berpulang juga, entah kapan waktunya. Itu yang selalu mesti diingat-ingat.

Kepulangan ketiga orang teman itu menjadi pelajaran bagi saya bahwa betapa pentingnya peran seorang Guru Sejati dalam mengarungi hidup ini hingga menjelang kepulangan kita nanti. Saya mesti berupaya menanamkan dalam diri tentang hal itu. 

Sang Guru Sejati senantiasa memandu kita, hanya saja terkadang ketidak siapan kita yang membuat kita tak mendengar panduannya itu. Ketidak siapan kita dikarenakan mind kita yang masih belum jinak, yang masih liar.

Semoga saya selalu mengingat ajaran-ajaranNya dan bisa melakoninya karena hanya itulah bekal dalam perjalanan saya selanjutnya. Semoga...

Suatu hari saya bertanya kepada sang suami, bagaimana nanti ketika kita meninggal, mata fisik sudah tidak berfungsi namun kita masih bisa mendengar dan melihat segala hal yang terjadi di sekitar kita ketika kita meninggal. Nanti kalau kita melihat dan mendengar sanak saudara menangisi kepergian kita, bagaimana? Kita akan gelisah jadinya.

Suami diam saja. Lalu akhirnya saya jadi merenung sendiri. Lha... seperti yang sudah disampaikan oleh Sang Guru Sejati bahwa ketika kita meninggal, mind kita masih eksis dan mind itulah yang mendengar dan melihat.  

Mendengar dan melihat sanak saudara menangis dan meratapi kepergian kita, mind menjadi gelisah. Oleh karenanya semasa hidup kita harus mengolah mind menjadi buddhi agar ketika kita meninggalkan dunia ini, kita bisa mengendalikan mind dan tidak terikat terhadap segala hal yang memang harus kita tinggalkan di dunia.

Toh memang tak ada yang menjadi milik kita karena kita pun milikNya, apa yang harus memberatkan kita untuk meninggalkan semuanya? Jadi, solusinya adalah latihan meditasi agar ketika meninggalkan badan kasat ini, saya tidak aduh-aduh dan tidak terikat.

Ya, segitu saja catatan akhir tahun saya ini. Semoga saya selalu mengingat apa yang telah saya tuliskan ini. Mengingat-ingat bahwa perjalanan tidak pernah berakhir, tapi suatu saat berakhir juga di sini dan mungkin akan dilanjutkan dengan perjalanan di suatu tempat yang lainnya. Entah...

Selamat hari raya Natal untuk semuanya, semoga damai Natal senantiasa menyertai kita. Selamat berlibur panjang dan selamat tahun baru 2019, semoga di tahun itu kita bisa menjadi lebih baik dalam segala hal termasuk kesadaran kita.

Terima kasih untuk hari ini...

Flag Counter