Jumat, 26 Oktober 2018

Suatu Hari: Dialog antara Aku dan Pikiran ku



“yah, lumayan lah tadi malam ku lihat kau sudah berani bicara.” Suara dalam pikiran ku mulai pembicaraan.

Padahal aku ga lagi melamun, aku lagi melakukan rutinitas seperti biasa.

“iya, karena agak terpaksa juga karena kan semua peserta yang hadir mesti bicara mengeluarkan opini masing-masing,” aq menjawab pikiranku itu.

“Tapi, aku perhatikan qm kok kayak ga konsen gitu sehingga apa yang kau lontarkan malah sama seperti pendapat temanmu itu.” Pikiranku membalas lagi dengan sedikit nada agak meledek kekuranganku dalam hal kurang ngeh.

“He he he... mungkin aku bisa saja menjawab mu dengan opini bahwa teman ku itu bicaranya melow dan aku ga terlalu mendengar apa yang ia ucapkan. Ia sedang melow.” Aku memberikan pembenaran pada pikiranku sendiri.
“ah... jangan ngomong begitu. Aku ini kan pikiranmu sendiri. Jadi, kau tak bisa bohong. Salah satu kekuranganmu antara lain ya itu... kurang perhatian, kurang detail. Itu yang mesti kamu perhatikan pada dirimu dan masih banyak kekurangan yang lainnya sih....” Pikiran ku menyerobot dengan semangat.

“Iya iya...” Aku terdiam sejenak.

“Eh.. ngomong-ngomong forum seperti itu memang yang kau butuhkan untuk menumbuhkembangkan keberanian mu bicara di depan orang banyak. Dan juga untuk tidak grogi dan takut salah bicara mengekspresikan pendapat mu.” Pikiran ku kembali memulai

“Iya... kamu pasti sudah tahu kalau sejak lama aku memang ingin forum yang seperti ini meskipun aku gak pandai bicara dan aku pun ga pede untuk mengeluarkan suara di depan orang banyak. Kamu pasti sudah tahu itu.” Aku membalas pikiran ku sendiri.

“Ya deh... akhirnya yang kamu inginkan tercapai dan semoga kamu ga menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk tujuan yang kamu inginkan. Selamat yah!” Pikiran ku agak malu-malu menyampaikan pikirannya.

“Mestinya selamat untuk kita berdua, ya kan?” aku menimpalinya dengan agak tersenyum. (Senyum sendiri)

“Yo wis... perjalanan masih panjang karena forum baru saja dibuka. Oya, satu hal  lagi yang mesti kamu tangani dalam diri mu adalah takut salah untuk mengungkapkan pendapat mu. Kamu mengidap hal itu sejak lama. Itu yang mesti kau tangani serius lho.” Pikiran ku mengingatkan lagi.

“Setuju... aku memang mengidap “penyakit” takut salah kalau ngomong di depan banyak orang. Sampai-sampai apa yang aku ucapkan itu terbawa hingga pulang ke rumah. Aku merasa bahwa teman-teman akan mencibirku dan bilang bahwa pendapatku itu aneh, salah dan aku jadi malu sendiri deh... Itu sih hanya perasaan ku saja.” Aku menjelaskan panjang lebar pada pikiran ku sendiri meskipun itu tak perlu yah.. he he he...

“Iya tuh... kamu mah terlalu berperasaan bahwa orang lain – teman-teman mu akan memperhatikan apa yang kamu ucapkan dan mereka akan menghina kamu. Padahal kan belum tentu juga, belum tentu mereka memperhatikan, terus belum tentu mereka menghina pendapat kamu, ya kan?” Pikiran ku menyerobot perkataan ku lagi.

“Bener banget itu, aku mesti mengingat-ingatkan diri ku sendiri bahwa kalaupun pendapatku katakanlah berbeda dengan yang lain atau bahkan bila aku salah dalam berbicara, toh tak ada yang akan memukul ku, tak ada organ tubuh ku yang hilang he he he....” Aku membenarkan pendapat pikiran ku.

“Ya sudah... kita lanjutkan pembicaraan ini nanti lagi yah. Aku mau lihat perkembanganmu selanjutnya. Adiós dulu yah....” Pikiran ku pun hengkang (ngga hengkang beneran sih, tapi kami tak membahas hal yang di atas itu lagi untuk sementara waktu).

“Ok, terima kasih yah....” Aku membalasnya dengan sedikit senyum.


Flag Counter