Mencuatnya tuduhan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh seseorang yang mengaku salah seorang murid Anand Krishna yang bernama Tara membuat orang yang tidak mengenal Anand Krishna ataupun tidak menyukai sepak terjang beliau dalam membangkitkan jiwa keIndonesiaan bangsa ini sontak saja membuat mereka berfikiran negative terhadap Anand Krishna. Begitu gencarnya tuduhan tersebut dibahas di program tv nasional yang kadar beritanya tidak berimbang antara pihak Tara sebagai pelapor dan dari pihak Anand Krishna sebagai tertuduh menambah pandangan sinis ke arah Anand Krishna.
Hey, tunggu dulu. Bukankah sebagai masyarakat yang kian hari kian dipenuhi oleh teknologi seharusnya membuat kita berfikir kritis. Tidak mudah terpengaruh begitu saja oleh aneka berita yang dihidangkan melalui media baik media elektronik ataupun media cetak, hendaknya kita pun menggunakan sensor yang diberikanNya pada kita sebagai manusia guna menyortir apakah berita ini benar atau hanya gossip bahkan fitnah belaka. Adalah bodoh bilamana kita mau saja dijejalkan oleh berita-berita yang tidak jelas kebenarannya. Coba kita merenung sesaat dan tanyalah nurani, apakah berita ini benar???
Mungkin tidak banyak yang ingin membaca berita mengenai kelanjutan kasus dari tuduhan tersebut. Tidak ingin mengikuti, apa sih yang memang benar-benar terjadi sesungguhnya karena itu tadi yakni sudah mempunyai pandangan yang negative mengenai orang-orang yang dituduh melakukan pelecehan seksual, padahal kan baru dituduh dan belum tentu kebenarannya.
Dengan seorang pengacara Agung Mattauch, pada tanggal 12 February 2010, Tara dan Sumidah melaporkan Anand Krishna kepada komnas perempuan dengan tuduhan telah melakukan pelecehan seksual. Mereka mengaku dihipnotis, dicuci otak dan didoktrin untuk mengidolakan seorang guru.
Namun tuduhan tersebut hendaknya dipahami oleh masyarakat luas hanyalah sebagai topeng belaka. Dikarenakan pada tanggal 25 February 2010 seperti yang dimuat pada Media Online:, Pengacara Tara, Agung Mattauch mengatakan “Kasus Pelecehan Seksual hanyalah pintu masuk ke masalah yang lebih besar. Yakni akan dialihkan ke isu Penyesatan Agama.”
Lho, lho, lho….
Ternyata memang demikian fakta yang terjadi bila mana kita simak dari rangkaian tulisan/artikel yang dibuat oleh Su Rahman ataupun Nugroho Persada. Kita akan temukan bahwa pernyataan si pengcara tersebut demikian adanya. Kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam persidangan mengatakan hal demikian.
Bila kita akses website freeanandkrishna.com pun akan kita jumpai fakta-fakta bahwasanya kasus tersebut hanyalah rekayasa belaka. 9 fakta persidangan terkait kasus tersebut dapat dilihat disana, yang adalah sbb;
1. Adanya ALIBI KUAT
2. Adanya VISUM yang mengindikasikan TIDAK PERNAH TERJADI Kekerasan atau Persetubuhan
3. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PROFESIONALITAS SAKSI AHLI DIRAGUKAN
4. TIDAK ADA SAKSI yang menyaksikan terjadinya pelecehan seksual
5. HANYA ADA 1 (SATU) ORANG PELAPOR DARI 5 ORANG YANG MENGAKU MENJADI KORBAN
6. DUGAAN ADANYA REKAYASA KESAKSIAN
7. APARAT HUKUM TIDAK INDEPENDEN DAN OBJEKTIF
8. KEBERPIHAKAN APARAT HUKUM
9. KRIMINALISASI PEMIKIRAN
Untuk detailnya silakan kunjungi www.freeanandkrishna.com
Anand Krishna yang tidak hanya seorang tokoh spiritualis lintas agama namun juga seorang penulis produktif ini minggu yang lalu telah menyampaikan dengan hormat pada majelis hakim perihal kejanggalan-kejanggalan yang terhampar dalam persidangan yang ia jalani. Kejanggalan-kejanggalan tersebut memberikan bukti kuat mengenai adanya rekayasa akan kasus itu.
Inilah kejanggalan-kejanggalan yang disampaikan Anand Krishna di hadapan majelis hakim dan persidangan;
1. Saya tidak tahu kenapa pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada para saksi maupun diri saya selama ini lebih banyak menyangkut pemikiran saya, karya-karya serta kegiatan saya, dan tentang hal-hal yang bagi saya terasa sama sekali tidak terkait dengan dakwaan?
2. Saya tidak tahu kenapa beberapa saksi yang dianggap saksi korban dibiarkan duduk di dalam ruang sidang ini padahal mereka bukanlah saksi pelapor – sementara saksi pelapor sendiri hanya hadir 2-3 kali?
3. Saya tidak tahu kenapa seorang saksi yang hadir di dalam ruang sidang ini bisa meinterupsi Hakim Ketua dan bahkan menyodorkan apa yang dianggapnya “barang bukti” – padahal lagi-lagi tidak terkait sama sekali dengan dakwaan?
4. Saya juga tidak tahu apakah lazim bila tiba-tiba ada sesuatu yang dianggap sebagai barang bukti, padahal tidak tercantum dalam daftar barang bukti yang disita?
5. Saya tidak tahu apakah azas Praduga Tidak Bersalah itu masih berlaku atau tidak, sehingga saya ditahan sesaat sebelum para saksi ahli saya hadir untuk memberi keterangan?
6. Saya tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan saya yang dinyatakan stabil dalam keadaan diinfus dan dalam keadaan dirawat di RS, bisa ditafsirkan sehat, kemudian infus dilepaskan, dan saya dikirimkan kembali ke Rumah Tahanan – dimana dalam kurang dari 48 jam – kadar gula saya turun drastis dari 128 menjadi 64 ketika saya diperiksan kembali di RS Polri? Majelis yang Mulia, saya tidak tahu apakah ini merupakan Pelanggaran HAM, dan bila ya, pelanggaran berat, ringan, atau bagaimana? (Catatan: Kadar Gula di bawah 70 itu sudah bisa menyebabkan seorang collapse, pingsan dan masuk Koma, dan bisa fatal. Apalagi mengingat saya menderita diabetes dimana biasanya kadar gula saya hampir 150 walau sudah dengan obat setiap hari).
7. Saya juga tidak tahu, kendati sudah ada indikasi stroke ringan dan penyempitan di otak bagian kanan yang terjadi dalam kurun waktu 48 jam di Rutan itu – dan RS Polri pun sudah merujuk saya ke RS lain untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan MRI, yang mana alatnya tidak tersedia di RS Polri – apa yang membuat Majelis Hakim saat itu membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu untuk mengizinkannya? Lagi-lagi apakah hal itu dianggap Pelanggaran HAM atau tidak?
8. Saya juga tidak tahu apakah di dalam ruang sidang yang mulia boleh mengeluarkan kata-kata yang menurut saya cukup kasar, seperti “orang ini aneh”, atau “menjijikan”?
Majelis yang Mulia,
Keganjalan-keganjalan ini hanyalah sebagian kecil dari daftar keganjalan-keganjalan yang jauh lebih panjang dimana para saksi yang mendukung saksi pelapor terlihat jelas merencanakan kasus ini selama berbulan-bulan, kemudian menyerang saya lewat media dan road-show ke berbagai pihak, sebelum melaporkannya ke Polisi.
Sebab itu, kiranya wajarlah bila timbul dugaan bahwasanya notulen yang disiapkan oleh Yang Mulia Hakim Hari Sasangka selama ini bersifat tendensius dan mengabaikan fakta persidangan.
Maka, bersama ini, dengan segala kerendahan hati saya memohon kepada majelis untuk:
Majelis yang Mulia mendengarkan kembali rekaman asli, sehingga fakta persidangan terungkap secara jelas. (Catatan: Rekaman Asli dalam bentuk CD dan Transkrip telah saya serahkan kepada Majelis Hakim)
Demikian, Majelis Hakim yang Mulia – Doa saya semoga Tuhan yang Maha Kuasa menjernihkan pikiran dan hati kita semua.
Catatan:
Majelis hakim yang kini menangani kasus Anand Krishna bukanlah majelis hakim yang menangani dari awal mula, melainkan majelis hakim yang ditugaskan sebagai pengganti majelis hakim terdahulu yang dipimpin oleh hakim Hari Sasangka. Adapun penggantian tersebut dilakukan dengan alasan seperti yang dapat dilihat di media online.