Minggu, 03 April 2011

Harry Houdini & Hukum di Indonesia

Seperti biasa, setiap kali mau browsing pasti yang lebih dahulu dibuka adalah mbah google en hari ini 24 Maret 2011 ternyata si mbah bertemakan Harry Houdini yang berulang tahun 137 tahun. Wah keren….

Siapa sih Harry Houdini itu?

Yuk kita cari juga via si mbah yang tetap jadi acuan pertama orang sedunia kala mencari suatu inform
asi.

Harry Houdini (Budapest, Hongaria, 24 Maret 1874–Detroit, 31 Oktober 1926) adalah seorang pesulap terkemuka asal Amerika Serikat. Pesulap dengan nama asli Enrich Weiss ini paling dikenal melalui trik-trik meloloskan dirinya, antara lain melepaskan diri dari ikatan tali, borgol, rantai, dan yang paling terkenal: trik Chinese water torture, di mana Houdini yang tubuhnya digantung terbalik berhasil meloloskan diri dari lemari kaca yang diisi penuh dengan air.

Houdini mulai menjadi pesulap pada tahun 1891. Awalnya ia hanya berkutat pada sulap-sulap kartu, namun kariernya menanjak sejak memfokuskan diri pada aksi-aksi meloloskan diri. Pertunjukan terakhir Houdini berlangsung pada 24 Oktober 1926. Sehari kemudian ia masuk rumah sakit dan meninggal dunia akibat peritonitis (radang selaput rongga perut ) di bagian umbai cacing pada 31 Oktober 1926.
wikipedia )

Keadilan di Indonesia, masih adakah?



Andai harry Houdini atau David Copperfield bisa merasuki orang-orang yang dizhalimi yang dengan sengaja dijadikan korban dari tindakan yang menyalahi hukum. Orang-orang yang dipenjarakan tanpa alasan yang jelas dan hanya dijadikan bulan-bulanan oleh pihak-pihak yang tak bernurani. Andai harry merasuki orang-orang tersebut sehingga mereka dapat meloloskan diri .

Seperti kasus-kasus yang banyak terjadi di Negara kita, orang-orang yang tak bersalah dilaporkan ke polisi dengan tuduhan yang tidak pernah dilakukannya. Lalu diproses dipengadilan dan akhirnya ditahan walaupun bukti-bukti tidak ada.

Salah satu kasus tersebut menimpa Anand Krishna, seorang tokoh pluralis yang sekaligus seorang spiritual lintas agama dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang yang mengaku muridnya. Kasus tersebut tengah diproses di persidangan namun walaupun bukti-bukti tak diketemukan, Anand Krishna ditetapkan di tahan di Rutan kelas 1 Cipinang Jakarta Timur. Di mana kah keadilan?



Sejak saat itu, 9 Maret 2011 Anand Krishna melakukan mogok makan sebagai protesnya terhadap putusan majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan yang nota bene juga merupakan protesnya pada hukum di Indonesia.

Hingga kini Ia tetap menjalankan aksi mogoknya itu walaupun kini terbaring di rumah sakit akibat jatuh pingsan saat menaiki anak tangga menuju ruang sidang Rabu 16 Maret 2011 lalu. Ia bertekad melakukan perlawanan dengan cara non-violence tersebut walaupun nyawa taruhannnya. Ia bertekad bahwa keadilan mesti ditegakkan.



Fakta-fakta persidangan telah jelas bahwasanya tuduhan tersebut tidak terbukti, lagi pula Anand Krishna selama proses persidangan selalu kooperatif. Mengingat pula jasa-jasanya pada bangsa ini, seharusnya ia mendapatkan keadilan sama halnya dengan warga Negara ini lainnya.

Serem juga mendengar kesewenang-wenangan itu terjadi. Hukum bisa dipermainkan oleh orang-orang yang punya wewenang. Kesalahan atau tindakan menyalahi hukum yang sepele saja bisa berakibat seseorang dipenjarakan namus kasus-kasus yang lebih besar….. Kasus yang pernah terjadi pada seorang warga yang mencuri tiga buah kokoa yang berakibat ia dipenjarakan. Sedangkan kasus-kasus korupsi yang telah merugikan Negara sulit diberantas.

Mungkin banyak dari kita yang berfikir, ah biar saja toh kejadian itu tidak menimpa kita ataupun kerabat kita. Itu menimpa orang lain. Toh hal itu bisa juga terjadi pada kita ataupun sanak saudara kita entah kapan. Namun kita mau cari aman saja. Saling tak perduli sesama anak bangsa, padahal salah satu ciri orang beriman menurut Rasul adalah mencintai sesama seperti halnya mencintai diri sendiri.

Sebelum kita tertimpa hal sama seperti mereka, hendaknya kini kita tidak lagi tinggal diam manakala ada seorang anak bangsa yang tidak mendapatkan keadilan di negeri ini. Kini saatnya bersuara.




Referensi:


Tulisan pertama kali diposting di kompasiana
Flag Counter